Pengusahaan
hutan di Indonesia dimulai sejak tahun 1870 yang merupakan tebang pilih
dengan limit diameter yang digunakan 50-60 cm, tanpa adanya perlakuan silvikultur. Panitia Perancang Hutan Industri (PPHI) yang dibentuk 1953, menyarankan pengusahaan hutan alam di luar jawa dapat dilakukan penebangan secara selektif dengan sistem tebang pilih dengan permudaan alam.
Untuk
menjaga kelestarian hutan alam produksi di luar Jawa tebang pilih dapat
dilakukan dengan rotasi tebang 60 tahun. Peraturan pemerintah No. 21
tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan
menyatakan bahwa untuk menjamin kelestarian hutan alam di luar Jawa,
eksploitasi hutan hanya dilakukan secara tebang pilih, sedangkan
permudaannya dapat dilakukan secara alam dan buatan.
Surat keputusan Dirjen Kehutanan No.35/Kpts/DD/I/1972 tanggal 13 Maret 1972, tentang Pedoman Tebang Pilih Indonesia, Tebang
Habis dengan Penanaman, Tebang Habis dengan Permudaan Alam dan
Pedoman-pedoman pengawasannya,menyatakan bahwa Tebang Pilih Indonesia
(TPI) adalah suatu sistim silvikultur yang meliputi cara penebangan dan permudaan hutan yang merupakan perpaduan antara(Direktorat Jenderal Kehutanan, 1972) :
- Tebang dengan batas minimum diameter dari Indonesia (Tebang Pilih dengan Limit Diameter)
- Tebang Pilih Filipina (Selective Logging)
- Penyempurnaan hutan dengan penanaman sulaman (Enrichment Planting)
- Pembinaan permudaan dengan pembebasan dari tumbuhan pengganggu.
Pohon inti
adalah pohon-pohon yang akan membentuk tegakan utama pada rotasi tebang
berikutmya Jadi pada rotasi tebang berikutnya, pohon-pohon intilah yang
akan dipungut hasilnya (ditebang). Pohon inti juga berfungsi untuk
pohon biji (Seed Tree) yang menghasilkan biji untuk regenerasi hutan.
Tim penyusun Tebang Pilih Indonesia telah mengantisipasi bervariasinya
hutan pada hutan-hutan alam di Indonesia khususnya pada hutan
Dipterocarpaceae campuran yang kaya akan berbagai jenis pohon.
- Bila batas diameter (limit diameter) yang dapat ditebang 50 cm keatas, maka rotasi tebang yang digunakan 35 tahun dengan jumlah pohon inti yang ditinggalkan adalah 25 batang dengan diameter pohon inti 35 cm keatas.
- Alternatif kedua adalah batas diameter yang boleh ditebang diturunkan menjadi 40 cm keatas, maka rotasi tebang dinaikkan menjadi 45 tahun dengan jumlah pohon inti yang harus ditinggalkan adalah 25 batang per ha dari diameter 35 cm keatas.
- Alternatif ketiga adalah batas diameter yang boleh ditebang diturunkan menjadi 30 cm keatas, maka rotasi tebang dinaikkan menjadi 55 tahun dengan jumlah pohon inti yang harus ditinggalkan adalah 40 batang per ha dari diameter 20 cm keatas.
Oleh
karena itu Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi pada tahun 1980
mengadakan penyempurnaan Pedoman Tebang Pilih Indonesia sebagai berikut.
Jumlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter?
Pada Tabel penyempurnaan pedoman TPI Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi :
- Pada hutan alam campuran diameter pohon inti ditetapkan menjadi 20 cm keatas dengan jumlah pohon inti 25 batang per ha (tidak 40 batang per ha lagi seperti Tabel 1 sebelumnya).
- Rotasi tebang ditetapkan 35 tahun dan batas diameter yang boleh ditebang adalah 50 cm keatas dengan riap diameter/tahun tetap yaitu 1 cm/tahun).
Pada
tanggal 18 September 1989 keluar Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 485/Kpts-II/1989 tentang sistim silvikultur pengelolaan hutan alam
produksi di Indonesia, dimana pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia
dapat dilakukan dengan sistim silvikultur :
- Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
- Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA)
- Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)
Pada
SK Menteri Nomor 485/1989 tersebut di atas dikemukakan bahwa Surat
Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 35/Kpts/Dj/I/1972 masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini.
SK
Menteri Kehutanan No. 485/1989 melahirkan Keputusan Direktur Jenderal
Pengusahaan Hutan Nomor 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang
Pilih Tanam Indonesia yang dilengkapi oleh 10 (sepuluh) buah petunjuk teknis sebagai berikut:
- Petunjuk Teknis Penataan Areal Kerja
- Petunjuk Teknis Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan
- Petunjuk Teknis Pembukaan Wilayah Hutan
- Petunjuk TeknisPenebangan
- Petunjuk Teknis Inventarisasi Tegakan Tinggal
- Petunjuk Teknis Pembebasan
- Petunjuk Teknis Pemeliharaan
- Petunjuk Teknis Pengadaan Bibit/Persemaian
- Petunjuk Teknis Penanaman/Pengayaan
- Petunjuk Teknis Perlindungan
Dari
perkembangan sistim silvikultur di Indonesia, pengelolaan hutan tropika
di Indonesia jelas makin lengkap dengan berjalannya waktu, sehingga
pedoman TPTI (1989) dilengkapi oleh 10 buku petunjuk teknis yang sebetulnya sangat dibutuhkan oleh pedoman-pedoman TPI sebelumnya.
Download Reference pdf file
Daftar Pustaka
Download Reference pdf file
Daftar Pustaka
0 comments:
Post a Comment